Thursday, November 28, 2013

Pengangkatan Karyawan Outsourcing menjadi Karyawan Tetap di BUMN

Dahlan Iskan: 1.600 Pegawai Outsourcing PLN Diangkat Jadi Karyawan Tetap


 


Jakarta -Perusahaan pelat merah atau BUMN secara bertahap penyesuaian status tenaga kerja alih daya (outsourcing) menjadi karyawan tetap. Hal ini telah dilakukan oleh PT PLN (Persero).

Menurut Menteri BUMN Dahlan Iskan, setidaknya sebanyak 16.000 tenaga kerja outsourcing di PLN telah diangkat menjadi karyawan tetap.

"Outsourcing PLN sampai kemarin diangkat 16.000 jadi karyawan tetap. Itu akan terus bertambah," ucap Dahlan usai rapat pimpinan Kementerian BUMN di Kantor Pusdiklat PLN Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis (28/11/2013).

Hal senada dilakukan oleh BUMN besar lainnya seperti PT Telkom Tbk (TLKM) yang mengangkat sebanyak 14.000 tenaga outsourcing atau PT Pertamina (Persero) yang mengubah status 7.000 karyawan outsourcing-nya menjadi pegawai tetap.

Namun pengangkatan pegawai outsourcing menjadi karyawan tetap di lingkungan BUMN tetap harus melalui skema penilaian dan pengecekan yang ketat.

"Proses pengangkatan nggak bisa dilakukan langsung. Harus dilakukan pengecekan," sebutnya.

Dahlan enggan menjawab panjang saat ditanya apakah BUMN masih membutuhkan tenaga kerja outsourcing. Menurutnya kewenangan tersebut ada di masing-masing BUMN. Ia pun menambahkan, meskipun masih ada pegawai outsourcing di BUMN, upah yang diterima masih di atas ketentuan Upah Miminum Provinsi (UMP). "Sudah semua malah banyak yang jauh di atasnya," jelasnya.

Sumber:  http://finance.detik.com/read/2013/11/28/131840/2426300/4/dahlan-iskan-1600-pegawai-outsourcing-pln-diangkat-jadi-karyawan-tetap

Tuesday, November 26, 2013

RDPU Pasca Surat Edaran Meneg BUMN

Menakertrans Janji Bekerja Maksimal

"DPR menilai masih banyak persoalan oursourcing yang harus diselesaikan"
 

Muhaimin Iskandar berjanji akan memaksimalkan kewenangan yang dimiliki Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengimplementasikan rekomendasi Panja Outsourcing BUMN. Menteri Tenaga Kerja itu mengklaim sebelum rekomendasi
Panja Outsourcing diterbitkan, Kemenakertrans sudah melaksanakan perannya menegakkan hukum ketenagakerjaan. Termasuk menegakkan aturan praktik outsourcing di BUMN.
 
Lewat tindakan itu Muhaimin mengatakan Kemenakertrans sudah menerbitkan nota pengawasan. Dengan diterbitkannya rekomendasi, maka Kemenakertrans akan melakukan pemanggilan kembali manajemen BUMN sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya.
 
Muhaimin janji akan melakukan koordinasi dengan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, dan menyampaikan rekomendasi Panja dalam sidang kabinet. “Apapun yang menjadi kewenangan Kemenakertrans akan menjadi prioritas untuk melaksanakan semaksimal mungkin yang kita mampu agar bisa menjalankan seluruh hasil Panja Outsourcing,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (25/11).
 
Muhaimin mengusulkan agar Komisi IX DPR menempuh beberapa langkah agar rekomendasi itu dapat terlaksana. Yaitu menggelar kembali rapat gabungan dengan melibatkan Komisi VI DPR. Menurutnya Komisi VI merupakan mitra kerja Kementerian BUMN. Dengan begitu diharapkan Menteri BUMN lebih terdorong untuk menggunakan kewenangannya menjalankan rekomendasi Panja.
 
Masalah yang ada di BUMN sangat bervariasi. Sebagian masalah sebagian dapat ditindaklanjuti, tetapi ada yang harus menempuh jalur pengadilan. Pada dasarnya, kata Muhaimin, praktek outsourcing di BUMN sangat bergantung pada iktikad baik direktur utama di setiap BUMN. Karena itu Muhaimin mendukung pembentukan Satgas Outsourcing BUMN untuk mengawal rekomendasi Panja.
 
Dirjen Pembinaan Pengawasan Kemenakertrans, Muji Handaya, mengatakan sebagian besar masalah outsourcing BUMN sudah ditangani dengan baik. Seperti di PT Jamsostek, Kereta Api Indonesia dan PT Askes. Tapi Muji mengakui ada persoalan outsourcing di BUMN yang penyelesaiannya tergolong sulit, salah satunya PT PLN. Menurutnya kesulitan itu terjadi karena manajemen PT PLN di daerah dan pusat saling lempar tanggung jawab. Untuk masalah ketenagakerjaan di BUMN lain, Muji berjanji akan menuntaskannya.
 
Jika nota pengawasan tidak dipatuhi Direksi BUMN yang bersangkutan, penyelesaiannya ditempuh lewat mekanisme yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Atau bisa juga menggunakan UU No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 Dari Republik Indonesia untuk Seluruh Indonesia.
 
Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, mengatakan faktanya masih banyak persoalan outsourcing di BUMN yang belum diselesaikan. Seperti PT Askes, ASDP dan PLN. Bahkan Ribka mengkritik tindakan manajemen PT PLN di Yogyakarta yang melatih prajurit TNI untuk disiapkan mengganti pekerja pencatat meteran yang berencana mogok kerja. Menurutnya hal itu sudah menyalahi aturan ketenagakerjaan dan UU TNI. “Tentara fungsinya menjaga keamanan negara bukan ngurusin meteran PLN,” tegasnya.
 
Dalam hasil rapat kerja, Komisi IX menerbitkan sejumlah rekomendasi untuk Kemenakertrans. Salah satunya, Menakertrans diminta menyusun kebijakan dan langkah-langkah kongkrit terkait pelaksanaan rekomendasi Panja Outsourcing BUMN. Selain itu Komisi IX akan mempertegas pembentukan Satgas Outsourcing BUMN guna mengawal pelaksanaan rekomendasi Panja.
 
Bagi Ribka, pembentukan Satgas itu akan dilakukan dengan segera. Walau begitu ia menekankan dalam menyelesaikan persoalan outsourcing di BUMN tidak perlu menggunakan cara-cara yang terlalu birokratis. Misalnya, memanggil langsung manajemen BUMN dan menghadirkan pula pihak Kemenakertrans serta serikat pekerja outsourcing BUMN yang tergabung dalam Gerakan Bersama Pekerja/Buruh (Geber) BUMN. Menurutnya, selama ini serikat pekerja aktif menginformasikan perkembangan kasus outsourcing di BUMN. Hal itu menurut Ribka sangat membantu kerja-kerja DPR dan pemerintah. “Itu meringankan beban DPR dan pemerintah,” ujarnya.
 
Anggota Komisi IX Fraksi PKS, Indra, menegaskan agar Menakertrans menjalankan komitmennya menindaklanjuti rekomendasi Panja Outsourcing BUMN. Pemerintah harus mampu mencari terobosan dalam bertindak agar penyelesaian persoalan ketenagakerjaan tidak selalu lewat pengadilan. Jika pemerintah menyerahkan penyelesaiannya kepada pengadilan, maka Kemenakertrans tidak perlu ada mengurusi persoalan ketenagakerjaan.
 
Selain itu Indra menekankan Satgas Outsorucing BUMN harus segera dibentuk untuk mengawal implementasi rekomendasi Panja. Kemudian melakukan evaluasi atas langkah-langkah yang sudah ditempuh. “Pemerintah dituntut mampu menyelesaikan persoalan ini. Jangan tunggu sampai mereka bertarung di pengadilan,” pungkasnya.

Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5293a770c094d/menakertrans-janji-bekerja-maksimal

Friday, November 15, 2013

Rekomendasi Panja OS BUMN

Poempida Ultimatum Para Direksi BUMN Jangan Pernah Abaikan Rekomendasi


Tribunnews.com, JAKARTA-- Panja Outsourcing BUMN Komisi IX DPR-RI mempertanyakan sikap para direksi BUMN banyak yang menyuarakan secara publik bahwa Rekomendasi Panja Outsourcing BUMN ini bukanlah suatu keputusan hukum yang perlu dipatuhi.

Apalagi, secara simbolis Kementerian BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerima laporan Hasil Panja Outsourcing BUMN yang berisi rekomendasi tentang berbagai langkah yang harus diambil oleh Menteri BUMN dalam konteks menyelesaikan masalah Outourcing yang berada di lingkup BUMN.

"Sangatlah lucu jika kemudian para direksi BUMN banyak yang menyuarakan secara publik bahwa Rekomendasi Panja Outsourcing BUMN ini bukanlah suatu keputusan hukum yang perlu dipatuhi," ungkap anggota Panja Outsourcing BUMN Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh kepada Tribunnews.com, Kamis (14/11/2013).

Terkait itu pula, Politisi Golkar ini mempertanyakan dari mana para direksi BUMN yang berpikiran demikian itu dapat diangkat sebagai direksi suatu BUMN.

Jelas, menurutnya, para direksi yang mempunyai pendapat seperti itu tidak paham akan tatanan Tata Negara RI.

"Tentunya mereka ini sama sekali tidak pantas menempati posisi terhormat dengan gaji tinggi sebagai profesional yang diharapkan mempunyai semangat nasionalisme yang sebenarnya, dan seyogianya dimiliki oleh seorang direksi BUMN," tegas dia.

Kata dia pula, memang nampak jika hasil rekomendasi Panja ini tidak dilaksanakan kemudian tidak ada sanksi yang mengiringinya.

"Namun demikian mereka lupa, apabila Panja Outosurcing BUMN Komisi IX ini merumuskan segala poin yang termaktub dalam rekomendasi Panja itu berdasarkan suatu produk hukum yang berupa Undang-Undang, yaitu UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," ucapnya.

Jadi jelas apabila rekomendasi Panja ini diabaikan, imbuhnya, dapat diartikan melawan UU atau dengan kata lain “melawan hukum”.

Lebih lanjut dia jelaskan, Direksi BUMN pun harus sadar bahwa wewenang yang mereka miliki juga terbatas dalam ruang lingkup dan waktu. Oleh karena itu ada saatnya nanti mereka tidak dapat lagi menghindar dari kejaran keadilan dan hukum yang berlaku.

"Saya pribadi pun bermaksud memberikan ultimatum secara publik kepada para direksi BUMN ini, agar jangan pernah mengabaikan rekomendasi Panja Outsourcing BUMN.
Karena pada dasarnya Saya dan kawan-kawan di Komisi IX tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
intinya jika para direksi ini banyak membuat susah banyak pihak, maka DPR pun akan dapat membuat susah kehidupan para direksi ini," tandasnya.


Sumber:  http://id.berita.yahoo.com/poempida-ultimatum-para-direksi-bumn-jangan-pernah-abaikan-031331093.html

Tuesday, November 12, 2013

Sikap Resmi SP PGN

Pernyataan dan Sikap Resmi Serikat Pekerja PGN (SP PGN) Terhadap Implementasi Permenaker No. 19/2003


SPGAS.  Berkaitan dengan aksi-aksi buruh dan tenaga outsourcing BUMN dalam bulan-bulan terakhir, Serikat Pekerja Perusahaan Gas Negara (SP-PGN) sebagai wadah karyawan organik/tetap PGN memberikan tanggapannya sebagai berikut:
Dari uraian di atas, nampak jelas terdapat perbedaan pandangan dan sikap antara SP PGN dengan SPGAS, terkait UU No. 13 Tahun 2003 dan implementasi Permenakertrans No. 19 tahun 2009.  Hal-hal tersebut meliputi :

  • Dalam kacamata SPGAS, pelaksanaan outsourcing di PGN telah melanggar UU No. 13 tahun 2003, sehingga penerimaan karyawan didasarkan atas Pasal 66 ayat 4, sedangkan SP PGN berdasarkan kepada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah dibuat dan disepakati antara SP PGN dengan Manajemen PGN.  Pernyataan ini jelas mengabaikan pola pikir sehat kita, karena tentunya tes tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan atau kompetensi bekerja calon karyawan.  Lalu, kalau faktanya para pekerja Outsourcing tersebut sudah bekerja bertahun-tahun dan kontrak kerja berulang-ulang, maka tes yang dinyatakan dalam PKB tersebut tentunya tidak dimaksudkan untuk kasus tenaga kerja outsouring.  Masa kerja dan kontrak kerja berulang-ulang sudah menjadi fakta yang tak terbantahkan bahwa para pekerja outsourcing mrmiliki kompetensi dalam bidang pekerjaannya selama ini di PGN.
  • SP PGN secara tegas ingin mempertahankan praktek outsourcing  di luar 5 (lima) jenis bidang yang ditentukan dalam Permenakertrans tersebut, sedangkan SPGAS bersikap sebaliknya. Kiranya sudah sangat jelas dan dipahamibahwa implementasi sistem kerja outsourcing tidak memberikan jaminan kepastian kelanjutan pekerjaan bagi pekerja.  Sistem tersebut juga sering disalahgunakan, namun konsekuensinya enggan diterima.  Mungkin pandangan SP PGN hanya akan berubah jika dirinya atau keluarganya mengalami sistem kerja outsourcing.
Kiranya proses implementasi Rekomendasi Panja Outsourcing BUMN Komisi IX DPR RI, tidak mudah untuk diimplementasikan di PGN, karena keengganan tersebut tidak hanya datang dari Manajemen PGN, namun juga dari SP PGN.

Namun demikian, "Sekali Bendera telah Dikibarkan, Pantang Surut Mundur Ke Belakang". Tidak ada pilihan lain kecuali terus berjuang, hingga tercapai kemenangan.

SALAM JUANG!!!!!