Thursday, January 16, 2014

Berapa Perbedaan Gaji Pekerja Outsourcing dengan Karyawan Kontrak?

Kamis, 16/01/2014 12:17 WIB


Jakarta -Seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nawawi mengungkapkan upah pekerja outsourcing dengan pekerja kontrak di Indonesia sangat timpang.

"Sangat jauh, (outsourcing) dengan yang kontrak saja perbedaannya 30% (lebih rendah)," kata Nawawi di acara diskusi wartawan di Kantor LIPI, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (16/1/2014)

Ia mengilustrasikan seorang pekerja outsourcing dibayar dengan gaji Rp 2 juta/bulan, seorang pekerja sistem kontrak dengan posisi yang sama bisa dibayar dengan upah Rp 2,6 juta/bulan.

Nawawi mengatakan, besaran tersebut baru dibandingkan antara pekerja outsourcing dengan pekerja kontrak. Jika dibandingkan dengan pekerja tetap atau pegawai yang sudah diangkat perbedanaannya jauh lebih besar, namun ia tidak menyebutkan berapa persentase perbedaannya.

"Itu baru dibandingkan dengan pekerja kontrak, belum lagi dengan tetap. Lebih jauh lagi," katanya.
Ia menilai peraturan mengenai pekerja outsourcing di Indonesia belum diterapkan secara benar di lapangan. Saat ini, masih banyak para pekerja yang seharusnya menjadi pekerja non-outsourcing diserap secara outsourcing.

"Ketika UU sudah mengatur soal outsourcing, ada 5 pekerjaan yang boleh. Pada prakteknya berlaku untuk semua pekerjaan. Padalah hanya untuk pekerjaan pendukung. Ini makanya dilematis bagi Indonesia," katanya.

Nawawi menilai pemerintah kurang tegas dalam menerapkan sistem outsourcing. Pada Permenkertrans mengenai outsourcing yang terakhir diluncurkan di tahun 2013, penetapan outsourcing hanya untuk 5 pekerjaan pun belum terealisasi.

"Permen terakhir itu katanya seharusnya bisa dilaksanakan per oktober 2013. Dimana outsourcing itu dikembalikan kepada 5 kegiatan tersebut. Tapi sejak saat ini belum ada," katanya.

Ia menambahkan para pengusaha outsourcing yang tergabung dalam asosiasi alih daya atau outsourcing kurang setuju dengan hal ini.

"Bahkan asosiasi alih daya minta pemerintah menunda kembali. Artinya tidak ada keseriusan pemerintah. Lemah dalam pengawasan. Seharusnya ada jalan tengah ketegasan pemerintah dalam hal ini," katanya.

Sebagai peneliti, ia mencoba membandingkan dengan Jepang, para pekerja outsourcing dilindungi UU dan mendapatkan upah tak jauh berbeda dengan para pekerja dengan status lainnya.

"Di Jepang, semua pekerja outsourcing itu dilindungi UU nya. Upah yang mereka terima pun tidak berbeda jauh dengan yang diterima mereka yang berstatus kontrak atau tetap," tegasnya.