Friday, August 23, 2013

Press Realease KSPI dan LBH Jakarta terkait Outsourcing di BUMN

Pemerintah Diultimatum Selesaikan Masalah Outsourcing BUMN


"Jika sampai Oktober tidak dituntaskan, serikat pekerja menggelar mogok kerja nasional"

Serikat pekerja menuntut pemerintah serius menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan yang menyelimuti BUMN. Terutama terkait penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain atau yang sering disebut outsourcing. Pasalnya, selama ini pekerja outsourcing seringkali dilanggar hak-hak normatifnya mulai dari pengupahan sampai pemberangusan serikat pekerja.

Menurut pengurus pusat sektor elektronik FSPMI, Yudi Winarno, posisi pekerja outsourcing di BUMN sama seperti di perusahaan swasta yaitu dibuat fleksibel. Sehingga, ketika perusahaan tidak membutuhkan lagi, pekerja langsung dibuang begitu saja.
Dalam kondisi itu, Yudi melihat pekerja tidak dianggap sebagai manusia. Bahkan praktik outsourcing yang melanggar hukum di BUMN memberikan contoh buruk kepada perusahaan swasta. Misalnya, PLN menempatkan pekerja outsourcing di jenis pekerjaan inti. Padahal, mengacu UU Ketenagakerjaan, pekerja outsourcing tidak boleh mengerjakan pekerjaan inti, tapi penunjang.
Yudi menuturkan,manajemen PLN berdalih sistem outsourcing yang digunakan adalah pemborongan pekerjaan. Tapi, Yudi menampik alasan pihak manajemen itu, sebab jika outsourcing yang dijalankan adalah pemborong pekerjaan, maka para pekerja outsourcing seharusnya tidak bekerja di gardu-gardu listrik milik PLN. Sebab, dalam peraturan, pemborongan pekerjaan tidak boleh dilakukan di satu tempat yang sama dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Namun dikerjakan di tempat perusahaan yang menerima pemborongan pekerjaan. “Jadi praktiknya di lapangan pekerja outsourcing mengerjakan pekerjaan inti PLN,” katanya dalam jumpa pers di kantor LBH Jakarta, Kamis (22/8).
Dari pantauannya, Yudi mengatakan penyalahgunaan praktik outsourcing tidak hanya terjadi di PLN, tapi juga di BUMN lain. Mengingat pemerintah telah menerbitkan Permenakertrans Outsourcing, maka Yudi mendesak semua perusahaan mematuhinya, terutama BUMN. Namun, dalam menindaklanjuti peraturan itu Yudi melihat sebagian BUMN mengambil langkah yang salah. Misalnya, beberapa bulan ke depan pekerja outsourcing akan diputus hubungan kerja (PHK). Ketimbang menjalankan kebijakan yang merugikan pekerja outsouricng itu, Yudi mengusulkan BUMN mengangkat pekerja outsourcing menjadi pekerja tetap.
Di saat yang sama Sekjen Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Sabda Pranawa Djati, menyebut pemerintah keblinger menerapkan outsourcing karena menjauhkan sistem ketenagakerjaan dari amanat konstitusi. Yaitu mewujudkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasalnya, selama ini pekerja outsourcing kerap kali dilanggar hak-hak normatifnya. Mulai dari pengupahan sampai pemberangusan serikat pekerja.
Sabda melihat praktik outsourcing di BUMN mulai menjamur sejak 1998. Misalnya, sewaktu bekerja di Balai Pustaka tahun 1996, Sabda melihat di lokasi kerjanya ketika itu tidak ada pekerja berstatus outsourcing. Namun, sejak 1998 sampai sekarang pekerja outsourcing di berbagai BUMN cukup banyak. Ironisnya, pelaksanaan outsourcing itu menyalahi peraturan yang termaktub dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada.
Sabda mengingatkan, serikat pekerja sudah menempuh banyak cara untuk menuntaskan masalah outsourcing, khususnya di BUMN. Mulai dari mengadukan ke Disnakertrans, Kemenakertrans, Kementerian BUMN dan DPR. Namun sampai sekarang belum membuahkan hasil seperti harapan. Apalagi jajaran manajemen di BUMN sampai sekarang masih terlihat enggan membenahi masalah outsourcing secara serius. Padahal, Sabda menilai BUMN mampu mengatasi persoalan itu.

Misalnya, keuntungan bersih yang diterima BUMN setiap tahun rata-rata meningkat. Seperti Jamsostek mampu mendapat laba bersih sampai 1 triliun, PGN mencapai 8 triliun, begitu pula PT Telkom yang keuntungan bersihnya hingga triliunan. Seandainya BUMN itu mengangkat seribu pekerja outsourcing menjadi tetap dengan upah Rp5 juta per bulan, Sabda menghitung anggaran yang dibutuhkan tidak akan sampai membuat BUMN bangkrut.
“Kami minta pekerja outsourcing di BUMN diangkat menjadi pekerja tetap tanpa syarat. Presiden SBY harus menginstruksikan menteri BUMN untuk melakukan pengangkatan itu,” ujar Sabda.

Selain itu Sabda mendesak Menteri BUMN untuk menghukum jajaran direksi perusahaan BUMN yang melanggar hukum ketenagakerjaan. Pasalnya, pelanggaran praktik outsourcing di BUMN merugikan banyak pekerja outsourcing. Selain itu perusahaan outsourcing yang mempekerjakan pekerja outsourcing-nya ke BUMN sebagian besar dikelola oleh pejabat aktif dan non aktif BUMN.
Sementara advokat publik LBH Jakarta, Maruli Tua Rajagukguk, mengatakan LBH Jakarta bersikap bahwa outsourcing perlu dihapus. Secara hukum, Maruli melanjutkan, outsourcing diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan Permenakertrans Outsourcing. Namun, berbagai regulasi itu dirasa belum mampu membenahi akar masalah pelaksanaan outsourcing. Ironisnya, penegakan hukum khususnya berkaitan dengan outsourcing dianggap belum maksimal menghadirkan keadilan bagi pekerja.

Misalnya, pengawas ketenagakerjaan kurang tanggap menindaklanjuti kasus yang dihadapi pekerja karena persoalan yang ada tidak diselesaikan tapi dilempar ke pengadilan hubungan industrial (PHI). Begitu pula dengan transparansi, Maruli menilai pengawas ketenagakerjaan seringkali tidak memberitahukan kepada pihak yang berkepentingan sejauh mana proses penyelesaian kasus yang ditangani.
Tak ketinggalan maruli menduga ada korupsi dibalik praktik outsourcing di BUMN. Sebab, BUMN melakukan penunjukan secara langsung perusahaan outsourcing. Padahal, mengacu peraturan yang ada Maruli mengatakan dalam menggelar pengadaan barang dan jasa, harus dibuka kepada publik dan bukan ditunjuk langsung. Maruli menganggap jika BUMN menjalin kerjasama dengan perusahaan outsourcing maka harus mengumumkan pengadaan itu kepada masayarakat luas. “Ini ada indikasi korupsi, sudah kami sampaikan ke KPK,” tegasnya.

Sedangkan presiden KSPI, Said Iqbal, melihat pelanggaran praktik outsourcing juga terjadi di PT Jamsostek. Pasalnya, pekerja outsourcing bekerja di kegiatan inti PT Jamsostek seperti pemasaran, CSO, verifikator JPK data administrator dan akunting. Alih-alih diangkat menjadi pekerja tetap, para pekerja outsourcing di PT Jamsostek beberapa bulan ke depan rencananya akan di-PHK. Oleh karenanya Iqbal mendesak agar Dirut PT Jamsostek beserta jajarannya tidak melakukan PHK, tapi mengangkat para pekerja outsourcing itu menjadi pekerja tetap tanpa syarat.

Iqbal menegaskan, serikat pekerja memberi waktu Dirut sampai Oktober 2013 untuk menyelesaikan masalah itu. Jika lewat dari waktu yang diberikan itu persoalan belum diselesaikan atau para pekerja outsourcing malah di PHK, serikat pekerja menuntut Dirut PT Jamsostek untuk mundur dari jabatannya. “Ini ironis, PT Jamsostek gunakan uang pekerja untuk menindas pekerja,” kesalnya.
Mengingat dalam melaksanakan Permenakertrans Outsourcing sejumlah perusahaan BUMN berencana mem-PHK pekerja outsourcing, Iqbal menegaskan jika hal itu benar terjadi serikat pekerja akan bertindak. Upaya yang akan ditempuh mulai dari demonstrasi besar-besaran sampai pemogokan umum. Ia juga mengingatkan agar Menteri BUMN, Dahlan Iskan, tidak mengumbar pencitraan karena janji yang dilontarkannya untuk membenahi masalah outsourcing di BUMN sampai saat ini tidak terlihat hasilnya. “Kalau nanti pekerja outsourcing di BUMN dipecat kita akan mogok kerja nasional,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment